Berkunjung ke Tempat-tempat Bersejarah di Palembang


Masih edisi Palembang. Di tulisan kali ini aku mau melanjutkan cerita jalan-jalanku ke Palembang sewaktu mengikuti serangkaian kegiatan Famtrip Musi & Beyond 2020 beberapa waktu lalu bersama 24 peserta lainnya dari seluruh penjuru Nusantara. Bahkan pesertanya ada yang dari luar negeri juga loh yaitu dari Negeri Jiran sana.

Jujur ini merupakan pengalaman pertamaku yang sangat berkesan banget. Sebab, ini kali pertamanya aku melakukan perjalanan jauh. Pulau Sumatera ini adalah pulau ketiga di luar Jawa yang aku kunjungi setelah Bali, dan Karimunjawa. Semoga pulau-pulau di Indonesia lainnya segera menyusul. Amin.

Di hari pertama mengikuti Famtrip Musi & Beyond 2020, kami langsung diajak mencicipi kuliner yang identik sama Palembang, apalagi kalau bukan pempek. Lalu singgah di beberapa tempat yang terkenal di Ibukota Sumatera Selatan itu.

Nah, hari berikutnya gak kalah seru lagi, kami diajak menyambangi beberapa destinasi wisata yang sangat bersejarah di Kota Palembang. Secara Palembang itu kan dikenal sebagai kota tertua di Indonesia. Gak heran jika Palembang punya banyak banget peninggalan-peninggalan sejarah pada masa lampau sejak era kerajaan Sriwijaya, hingga kerajaan Palembang Darussalam.

Benteng Kuto Besak
Seperti di hari sebelumnya, pagi-pagi sekali kami menaiki bus membelah jalanan Kota Palembang menuju destinasi pertama yaitu Dermaga Convention Centre yang lokasinya berada tak jauh dari BKB (Benteng Kuto Besak) dan Museum Sultan Mahmud Badarudin ll.

Gerbang menuju Museum Sultan Mahmud Badarudin ll.
Namun sayang banget kami gak ke sana karena memang dua tempat wisata tersebut tidak dimasukkan ke ittinerary, padahal cuma sepelemparan batu dari dermaga. Meski demikian kami banyak mendapatkan informasi mengenai BKB dari pemandu terbaik kami, Pak Abdul Latif yang menemani kami selama perjalanan.

Menurut Pak Latif, BKB ini adalah salah satu tempat wisata bersejarah peninggalan kerajaan Palembang Darussalam. Benteng seluas 300 meter persegi ini dibangun pada masa Sultan Mahmud Badarudin l sekitar abad 18. Benteng ini dulunya merupakan keraton namun kini dialihfungsikan sebagai markas Kodam Sriwijaya. Jadi gak sembarang orang bisa masuk ke dalam.

Uniknya selain namanya yang Indonesia banget gak kayak benteng lain yang pakai nama Belanda, bahan bangunannya pun gak kalah unik yaitu menggunakan putih telur yang dicampur batu kapur sebagai semen perekatnya. Coba bayangin berapa banyak butir telur yang dibutuhkan untuk membangun benteng seluas itu.

Balik lagi ke Dermaga Convention Centre
Kami pun berjalan masuk ke dalam area dermaga yang ternyata merupakan salah satu tujuan wisata kuliner di pinggir sungai Musi. Di sana banyak banget kedai makanan, dan minuman kekinian yang bisa dipilih. Tempat ini memang pas banget buat nongkrong bareng teman atau keluarga. Secara kita bisa sekaligus menikmati keindahan sungai Musi, dan sekitarnya juga Jembatan Ampera yang kokoh berdiri dari kejauhan.


Selain bisa memilih aneka kuliner yang dijajakan di sana, kita juga bisa mengambil foto dengan latar belakang sungai Musi dan Jembatan Ampera di spot foto yang tersedia. Sembari menunggu perahu yang akan membawa kami mengarungi sungai Musi, kami pun menyempatkan buat berfoto-foto terlebih dulu.

Fotonya Mbak Milda.
Perahu pun telah siap. Saatnya bagi kami buat naik ke atas perahu. Perlahan tapi pasti perahu pun meninggalkan dermaga menyusuri sungai sepanjang 750 KM itu. Sejauh mata memandang kita bisa melihat aktivitas warga di pinggir sungai. Pemandangan di sekitar sungai Musi juga cukup menarik. Perahu-perahu kecil yang disebut ketek pun banyak berlalu-lalang di sekitar perahu yang kami tumpangi.

Ada rasa kagum saat melintas di bawah Jembatan Ampera, ikon Kota Palembang yang menjadi kebanggan wong kito galo itu. Betapa megahnya jembatan merah yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno tersebut.

Kawah Tekurep
Perahu pun merapat di dermaga Batu Ampar. Kami turun dari perahu dan berjalan kaki di antara rumah-rumah warga. Selanjutnya kami naik bus menuju destinasi wisata religi di Palembang. Ya, siang itu kami berziarah ke makam para raja-raja terdahulu. Jadi kalau di Palembang ini makam raja-raja itu terpisah gak kayak di Imogiri yang menjadi satu.



Makam pertama yang kami ziarahi adalah Makam Kawah Tekurep di Kecamatan Ilir Timur ll. Di kompleks pemakaman inilah Sultan Mahmud Badarudin Jayowikramo atau yang dikenal dengan nama Sultan Mahmud Badarudin l disemayamkan bersama empat istrinya, yaitu Ratu Sepuh dari Demak, Ratu Gading dari Malaysia, Ratu Mas Ayu dari Cina dan Nyai Mas Naimah dari Palembang.

Selain itu di pemakaman seluas 1 hektar itu terdapat pula makam guru besar Sultan Mahmud Badarudin yang bernama Imam Sayid Al Idrus, dan juga para anak keturunan sultan, abdi dalem beserta para panglima.

Makam Sabo Kingking
Berikutnya kami berziarah ke Makam Sabo Kingking. Di pemakaman ini terdapat makam Pangeran  Sido Ing Kenayan beserta istrinya Ratu Sinuhun. Selain dikenal sebagai raja yang pernah memimpin Palembang jauh sebelum masa Kesultanan Palembang Darussalam, beliau juga merupakan penyebar Agama Islam di tanah Palembang.





Makam Ki Gede Ing Suro
Ternyata Palembang juga punya candi lho. Candi tersebut bercorak Hindu dan Yunani jika melihat motif yang terdapat di sekeliling bangunan. Namun candi tersebut kini telah berubah menjadi kompleks pemakaman semenjak kerajaan islam di Palembang berdiri. Salah seorang yang dimakamkan di sana adalah Ki Gede Ing Suro, beliau merupakan pendiri kerajaan Islam di Palembang jauh sebelum masa Sultan Mahmud Badarudin. Selain kedua motif tadi, di kompleks pemakaman tersebut juga ditemukan stempel Jipang dari Kerajaan Demak.



Kampung Arab Al Munawar
Setelah mengunjungi makam para raja-raja Palembang terdahulu perjalanan masih berlanjut. Tujuan kami berikutnya adalah Kampung Arab Al Munawar yang terletak di Kelurahan 13 Ulu. Tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata religi dan heritage di Palembang.

Kampung Arab Al Munawar ini sangat unik karena dihuni oleh keturunan Arab secara turun temurun sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam. Tercatat sudah sembilan generasi yang mendiami kawasan yang terletak di bibir sungai Musi ini.


Kue Kaaq.



Saat rombongan kami tiba di sana, suasananya nampak sepi, hanya ada beberapa warga yang terlihat. Begitu tiba kami langsung disuguhi dengan kopi dan makanan khasnya yang disebut dengan kue Kaaq.

Setidaknya ada delapan rumah yang masih kokoh berdiri meski sudah berusia ratusan tahun, dan telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Masing-masing rumah memiliki nama seperti Rumah Darat, Rumah Batu, dan Rumah Kembar Darat.Bentuknya memang sangat unik, kami pun gak segan-segan berfoto-foto di sana. Bahkan ada sudut yang memang sangat instagramable.

Bersantap Siang di Warung Mbok War
Sebelum beranjak ke destinasi selanjutnya, kami mengisi perut terlebih dulu di warung apung yang berada di tepi sungai Musi, dan gak jauh dari Jembatan Ampera. Menu makan siang kami adalah pindang patin yang memiliki citarasa asam sedikit pedas. Bagi yang kurang suka bisa memesan menu lain seperti ayam goreng atau bakar.



Pindang Patin.
Ada sensasi tersendiri ketika menyantap makan siang di Warung Mbok War ini yaitu sewaktu warung ini bergoyang karena dihempas ombak saat ada kapal yang melintas. Selain itu kita bisa menikmati pemandangan sekitar sungai Musi dan ketek yang berjajar di bantaran sungai.

Kampung Kapitan
Bukan cuma Kampung Arab saja, di Palembang juga terdapat kampung yang dihuni oleh komunitas Tionghoa, namanya adalah Kampung Kapitan yang berada di kawasan 7 Ulu. Kapitan sendiri adalah sebutan bagi petinggi daerah pada zaman pemerintahan Belanda. Atas jasanyalah kemudian kampung ini diberi nama Kampung Kapitan.




Saat rombongan kami ke sana, warga tengah bersuka cita menyambut perayaan Cap Go Meh. Tenda-tenda menjajakan ragam kuliner berjajar rapi menyambut para pengunjung, sementara panggung seni sedang mementaskan pertunjukan musik. Suasana siang itu benar-benar meriah.

Masjid Al Islam Muhammad Cheng Ho
Sebelum kembali ke hotel buat beristirahat, sorenya kami mampir ke Masjid Cheng Ho yang berada di kompleks Perumahan Amin Mulia, Jakabaring. Masjid bergaya arsitektur Tionghoa ini dibangun untuk memperingati 600 tahun kedatangan Laksamana Cheng Ho ke Bumi Sriwijaya.



Fotonya Mbak Milda.
Martabak Har
Setelah bebersih dan beristirahat, malam itu kami diajak untuk melihat lebih dekat kemeriahan Cap Go Meh di Bukit Kemaro. Namun sebelum ke sana, kami makan malam terlebih dahulu, Martabak Har menjadi menu makan malam kami.
Kurang lengkap rasanya kalau ke Palembang gak mencicipi martabak legendaris yang sudah ada sejak tahun 1947 ini. Nama Martabak Har sendiri diambil dari pendirinya yaitu Haji Abdul Razak.



Selain pempek, makanan satu ini memang menjadi buruan para penikmat wisata kuliner sewaktu melancong ke Palembang.
Jika melihat tampilannya memang terkesan biasa, tapi kalau sudah coba bikin ketagihan. Martabak Har ini gak menggunakan irisan daun bawang jadi beda sama martabak yang biasa aku jumpai. Di samping itu Martabak Har disiram dengan kari kental yang dicampur dengan kentang. Makin nikmat ditambah irisan cabe di atasnya.

Kemeriahan Cap Go Meh di Pulau Kemaro
Kegiatan malam itu kami tutup dengan menghadiri perayaan Cap Go Meh di Pulau Kemaro. Dengan menaiki kapal yang lebih besar cukup mewah kami kembali mengarungi pulau di tengah Sungai Musi itu (gak di tengah juga sih). Pemandangan malam Sungai Musi dan Jembatan Ampera semakin mempesona bertabur cahaya lampu.




Kami kemudian diangkut dengan ketek menuju ke Pulau Kemaro karena kapal gak bisa merapat hingga ke tepian. Oya, selama perayaan Cap Go Meh berlangsung disediakan ketek gratis bagi warga yang ingin mengunjungi Pulau Kemaro.
Begitu kami sampai di sana kami berpencar satu sama lain. Karena saking banyaknya orang keturunan Tionghoa di sana jadi berasa kayak sedang berada di sebuah daerah di belahan Cina.

Suasana di sana mirip seperti pasar malam. Ada berbagai macam permainan, aneka kuliner, dan pertunjukan opera Cina sebagai hiburan bagi para pengunjung. Tentu saja dengan bahasa Cina yang gak aku mengerti. Pagoda sembilan lantai yang tinggi menjulang di tengah-tengah pulau juga menjadi pusat perhatian. Tidak sedikit yang berfoto dengan latar belakang pagoda tersebut. Suasana makin meriah dengan letusan kembang api.

Benar-benar hari yang sangat panjang dan cukup melelahkan, tapi juga menyenangkan. Kami sampai di hotel sekitar pukul dua dini hari. Saatnya rebahan biar keesokan harinya kembali fresh dan siap kembali menjelajahi Palembang lagi.
Berkunjung ke Tempat-tempat Bersejarah di Palembang Berkunjung ke Tempat-tempat Bersejarah di Palembang Reviewed by Achmad Muttohar on 3/16/2020 08:30:00 AM Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.